Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teknologi Huawei Cina Vs Amerika, Inilah 5 Alasan Mengapa AS Phobia Huawei

Perang pengaruh antara teknologi Cina dan Amerika Serikat semakin sengit. Pengaruhnya bahkan sampai hingga ke Eropa. Apa sebenarnya motif dibalik ini semua ? berikut ulasannya
Perang pengaruh antara teknologi Cina dan Amerika Serikat semakin sengit. Pengaruhnya bahkan sampai hingga ke Eropa. Apa sebenarnya motif dibalik ini semua ? berikut ulasannya

BERI.WEB.ID – Seteru negeri tirai bambu Cina dengan negeri Paman Sam Amerika Serikat kian meruncing. Perseteruan dibidang teknologi ini bahkan meluas pengaruhnya hingga ke Negara-negara Eropa.

Dilansir dari viva.co.id, Senin 27 Mei 2019, perang dagang dan pengaruh teknologi Amerika Serikat dengan Cina ini melalui raksasa teknologi Cina Huawei.

Kepala Eksekutif Huawei, Ren Zhengfei mengaku tak habis pikir dengan reaksi perusahaan-perusahaan teknologi di Eropa yang mengikuti jejak rekannya dari AS. Padahal saat AS mengembargo beberapa komponennya, mitra mereka dari Eropa lah yang justru memasoknya. Namun sekarang, mitra mereka di Eropa justru berada di kubu AS.

Menurut Ren, pihaknya sudah mengumpulkan persediaan chip dan mengembangkan sistem operasi sendiri untuk berjaga-jaga jika perang dagang AS dan China semakin memanas.

"Jika pasokan dari mitra kami tidak mencukupi, tidak akan jadi masalah. Sebab kami dapat memproduksi semua chip premium sendiri. Selama 'masa damai', kami mengadopsi kebijakan '1+1' , artinya setengah komponen chip dari mitra AS dan setengah dari Huawei," ungkapnya.

"Kami pun tidak berpikir Eropa akan mengikuti jejak AS yang 'menutup diri' dengan Huawei," timpalnya.

Pernyataan Ren ini keluar setelah raksasa semikonduktor asal Inggris, Arm, menginstruksikan untuk menangguhkan kerja sama pasca-AS memasukkan Huawei dan 70 entitas lainnya ke dalam Entity List.

"Kami mematuhi semua aturan terbaru yang ditetapkan oleh pemerintah AS. Kami tidak mau berkomentar lebih jauh lagi," demikian keterangan resmi Arm seperti dikutip viva.co.id.

Tak pelak, keputusan Arm menjadi pukulan besar bagi Huawei. Sebab, chip Kirin menggunakan arsitektur yang dibuat perusahaan perancang chip Inggris itu.

Sementara itu, Deputy Chairman Huawei, Ken Hu, mengibaratkan embargo akibat perang dagang ini seperti membangun Tembok Berlin. Dalam Konferensi Potsdam di Berlin, Jerman tentang Keamanan Dunia Maya pada Kamis, 23 Mei lalu, Hu mengatakan bahwa 'memagari' Huawei sama saja menciptakan preseden buruk yang akan mempengaruhi pasar global serta mengganggu persaingan bisnis yang adil.

"Kami tidak ingin melihat tembok baru dalam perdagangan dan teknologi seperti halnya Tembok Berlin. Kami pun tidak ingin melalui pengalaman yang menyakitkan," keluh Hu.

Saat ini Huawei berada di tengah masa tenggang 90 hari, yang artinya mereka masih dapat bertransaksi bisnis dengan mitranya dari AS sebelum Entity List resmi berlaku pada 19 Agustus 2019.

Sejumlah perusahaan teknologi yang sudah meninggalkan Huawei antara lain Alphabet Inc - induk usaha Google, Microsoft, Panasonic, Toshiba, Softbank dan KDDI, Taiwan Chunghwa Telecom dan Taiwan Mobile, Intel Corp, Qualcomm Inc, Xilinx dan Broadcom Inc.

5 Alasan AS Begitu Takut Pada Teknologi Huawei


Google memutuskan untuk tak akan membolehkan lagi Huawei mengakses pembaruan keamanan sistem operasi Android.

Itu artinya peranti baru Huawei akan kehilangan akses terhadap sejumlah aplikasi. Langkah ini diambil Google setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengumumkan darurat nasional pekan lalu untuk melindungi jaringan komputer Amerika Serikat dari musuh-musuh asing.

Selain memproduksi handphone, Huawei tercatat menguasai 40 sampai 60 persen jaringan peralatan komunikasi di dunia.

Berikut lima hal yang membuat Barat sangat khawatir dengan Huawei yang dikutip dari laman kompas.com, Senin 27 Mei 2019

1. Jaringan super cepat 5G


Huawei saat ini sedang berunding dengan banyak negara untuk memasok sistem jaringan super cepat generasi kelima yakni 5G. Sistem ini sangat cepat sehingga ideal dipakai untuk mobil swakemudi.

Jika infrastruktur 5G menggunakan produk Huawei, para pesaing mengklaim Huawei bisa membaca pesan yang dikirim melalui jaringan atau bahkan mematikan jaringan, yang tentu akan menyebabkan gangguan serius.

Bahkan sebelum Presiden Trump mengeluarkan perintah eksekutif, pemerintah AS sudah mendesak sekutu mereka yang dikenal sebagai “Lima Mata” untuk tidak menggunakan produk Huawei. Lima mata itu adalah Amerika, Inggris, Kanada, Australia dan Selandia Baru.

Kelima negara tersebut memiliki kerja sama intelijen yang sangat erat dan berbagi informasi rahasia, sering kali secara elektronik.

Washington mengancam akan berhenti berbagi informasi rahasia jika jaringan di Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru menggunakan peralatan 5G buatan Huawei seperti yang pernah diungkapnya Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo

Kekhawatiran AS mengakses data perusahaan didasarkan pada praktik yang berlaku di AS sendiri. Mantan Badan Keamanan AS, NSA, Edward Snowden, mengungkapkan praktek badan-badan intelijen di AS meretas data milik perusahaan teknologi termasuk Google dan Yahoo.

2. Skandal robot jari


Kasus ini terkait dengan pegawai Huawei yang dituduh mencuri robot jari saat ia meninggalkan laboratorium desain T-Mobile. Robot ini bertugas mengetukkan jari ke layar telepon genggam. Saat itu T-Mobile memang punya kerjasama dengan Huawei.

Pegawai yang itu mengakunya robot itu tak sengaja jatuh ke dalam tasnya. Namun perusahaan jerman T-Mobile tak lantas begitu saja percaya dengan alas an itu dan membawa kasus ini ke pengadilan.

Dari data komunikasi email, mengisyarakatkan pegawai itu memang tak bertindak sendiri dan besar kemungkinan diperintah eksekutif senior di Cina. Ini juga yang jadi salah satu alas an mengapa Direktur Keuangan Huawei, Meng Wanzhou di Kandasa ditangkap atas permintaan AS tahun lalu.

3. Kerja sama 'terselubung dengan Iran'


Meng menolak tuduhan dan berupaya agar permintaan ekstradisi oleh AS dibatalkan. Tuduhan lain yang dijatuhkan kepadanya adalah Huawei punya kerja sama dengan Iran.

Diduga ia menjadi bagian dari upaya Iran menghindari sanksi AS, melalui perusahaan bernama Skycom. Ia didakwa berbohong kepada bank-bank dan pemerintah AS tentang kerja sama dengan Iran.

Meng, anak perempuan pendiri Huawei, menolak tuduhan ini. Ia bisa dihukum penjara maksimal 30 tahun jika diekstradisi dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan di AS.

4. Kasus layar telepon antipecah


Kasus lain yang membuat AS khawatir terkait dengan layar antipecah. Menurut Bloomberg, Huawei diselidiki FBI karena diduga melanggar regulasi perdagangan senjata internasional.

Kasus ini berawal ketika perusahaan Akhan Semiconductor melakukan pembicaraan dengan Huawei untuk memasok layar super kuat, yang dibuat dengan menempelkan lapisan permata artifisial pada layar.

Sampel layar ini dikembalikan Huawei beberapa bulan berikutnya dalam keadaan rusak parah. FBI menduga Huawei membawa sampel ini ke luar Amerika, praktik yang dilarang oleh regulasi internasional karena sampel ini berpotensi dimanfaatkan untuk pengujian senjata laser. Huawei, lagi-lagi, menolak tudingan FBI.

5. Dibenci Tapi Dirindukan


Meski didera beberapa kasus, ditambah dengan langkah Google, Huawei diperkirakan akan tetap menjadi pemain global yang penting,

Bagi banyak negara, terutama di Asia dan Afrika, harga produk teknologi yang ditawarkan Huawei jauh lebih murah dari perusahaan Amerika dan Eropa.

Aspek harga ini menjamin Huawei akan tetap menguasai pangsa global. Bahkan di Inggris, sekutu terdekat AS, masih terjadi debat apakah sebaiknya infrastruktur 5G memakai produk Huawei.

Menteri pertahanan Inggris belum lama ini dipecat karena memasukkan komponen buatan Huawei di area-area yang tidak terlalu penting.[red]