Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memarahi Anak Ternyata Bisa Membunuh Miliaran Sel Otak Anak

Marah di depan anak atau memarahi anak bukan hanya membuat psikologis anak terpukul. Marah juga membunuh miliaran sel otak anak.
 

Marah di depan anak atau memarahi anak bukan hanya membuat psikologis anak terpukul. Marah juga membunuh miliaran sel otak anak.

BERI.WEB.ID - Berteriak pada anak atau meneriaki anak berdampak negatif terhadap psikologis jangka panjang.  Kondisi ini terjadi akibat banyaknya sel-sel dalam otak anak yang terbunuh akibat bentakan atau makian orang kepadanya.

Tahu kah anda, di dalam kepala anak ada lebih dari 10 triliun sel otak yang siap tumbuh. Ketika anak dimarahi, lebih dari 1 miliar sel otak anak terbunuh karenanya. Satu cubitan akan membunuh lebih dari 10 miliar sel otak anak saat itu juga. Sebaliknya, satu pujian atau satu pelukan akan membangun kecerdasan otak anak lebih dari 10 triliun.

Hasil penelitian Fakultas Kedokteran Gliot Lise Chicago menyimpulkan, memarahi anak bisa mengganggu struktur otak seorang anak.

Bahkan pada masa pertumbuhan anak-anak, dimana otak di masa keemasan 2-3 tahun, suara keras dan bentakan dari orangtua dapat menggugurkan sel-sel otak yang akan tumbuh.

Cara Menghindari Marah di Depan Anak


Seberapapun emosi orang tua, usahakan tidak melampiaskannya kepada anak. Berikut cara mencegah diri agar tidak berteriak memarahi anak:

1. Tarik napas, tutup mata dan tenangkan diri. Semua orang memiliki anak yang menyenangkan, kadang kala sedikit mencari perhatian. Sadari itu sebagai anugerah yang Tuhan berikan.

2. Ajarkan disiplin pada anak dengan kasih sayang dan cara yang positif. Jadilah contoh yang baik untuk anak-anak. Ajarkan Si Kecil untuk dapat mengekspresikan perasaannya dengan baik kepada orangtua sebagai temannya.

Berikan Si Kecil peraturan yang jelas untuk diikuti. Misalnya, tidak menonton televisi selama belajar. Jika anak sudah terbiasa maka dia akan mudah mematuhi peraturan tersebut.

3. Selalu beri pujian saat anak melakukan hal yang baik. Ingat, pujian atau pelukan anda akan membangun dan menumbuhkan lebih banyak sel otak hingga 10 triliun sel otak.

4. Pahamilah mendidik anak disiplin itu untuk membangun karakternya bukan untuk membuatnya menangis.

5. Tidak ada orangtua yang sempurna. Tetap tenang jika Si Kecil nakal, mintalah Si Kecil untuk berbicara dengan baik dan penuh kelembutan.

Melalui pendekatan ini, diharapkan membentuk karakter anak dan semangat positif. Pahamilah bahwa Anak itu adalah anugerah Tuhan yang membuat kita belajar tentang cinta, kebijaksanaan dan kelembutan.

Rahasia Agar Anak Cerdas Saat Sebelum Usia 5 Tahun


Masa anah usia bawah lima tahun (Balita) adalah masa yang penting bagi perkembangan kecerdasan anak.  Dokter dan sekaligus selebritis, dr Reisa Brotoasmoro mengatakan di usia tersebut anak akan banyak belajar dari lingkungan sekitar melalui permainan dan eksplorasi.

Memiliki pengetahuan mumpuni terkait kesehatan dan tumbuh kembang anak, dokter Reisa mengutarakan pentingnya bermain bagi anak usia dini melalui unggahannya di instagram @reisabrotoasmoro.

Menurut dokter Reisa, balita seperti usia Ania, anaknya sedang masuk golden age atau masa emas perkembangan anak

"Anak akan mengalami tumbuh kembang secara berkesinambungan atau terus-menerus. Pada usia 0-6 tahun anak-anak selalu mengutamakan aktivitas bermain. Dimana kegiatan bermain dan anak merupakan satu kesatuan yg tak terpisahkan," ujarnya.

Hasil penelitian membuktikan bahwa 50% kemampuan belajar seseorang ditentukan pada empat tahun pertamanya. Sedangkan 30% lainnya terbentuk sebelum mencapai usia 8 tahun.

Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa ternyata pada usia 2 tahun otak telah mencapai 75% dari ukuran otak ketika anak tersebut dewasa. Di sisi lain tonggak perkembangan otak bisa mencapai 90% saat anak berusia 5 tahun.

Inilah yang disebut psikolog sebagai "The golden age" menurut dokter Reisa. Inilah kata dia mengapa pentingnya pendidikan anak usia dini.

"Pendidikan anak usia dini baik itu taman kanak-kanak, paud, ataupun kelompok bermain, diharapkan memberikan bentuk-bentuk permainan yang edukatif untuk merangsang perkembangan anak baik secara fisik, motorik, sosial, bahasa, maupun emosional," ujarnya.

Hal ini menurutnya menunjukkan bahwa aktivitas bermain bukan hanya untuk kesenangan semata, namun untuk merangsang respon anak terhadap sesuatu

Respon tersebut tentunya akan memengaruhi perkembangan fisik motorik, bahasa, sosial, kognitif, dan emosional.

Dokter Reisa menyebutkan bahwa anaknya diberikan beragam buku aktivitas. Selain itu, dokter canik ini pun pernah menceritakan bahwa ia sering memberikan buku-buku menarik untuk anaknya.[red]