Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Google+ Ditutup Sementara Sampai Agustus 2019 Ternyata Gara-gara ini

Situs jejaring sosial Google+ milik induk perusahaan Google Aphabet Inc ditutup sementara selama 10 bulan hingga Agustus 2019.  Kebijakan penutupan sementara Google+ ini menyusul dugaan kebocoran data setengah juta pengguna G+.


Situs jejaring sosial Google+ milik induk perusahaan Google Aphabet Inc ditutup sementara selama 10 bulan hingga Agustus 2019.  Kebijakan penutupan sementara Google+ ini menyusul dugaan kebocoran data setengah juta pengguna G+.



Dilansir dari Reuters seperti dikutip dari CNNIndonesia, Google gagal memperketat kebijakan pembagian data setelah mengumumkan data profil pribadi dari setidaknya 500.000 (setengah juta,red) pengguna bocor ke pihak pengembang eksternal.

Masalah ini ditemukan pada Maret lalu sebagai bagian dari tinjauan tentang bagaimana Google berbagi data dengan aplikasi lain. Google mengatakan dalam posting blog resminya tidak ada pengembang yang mengeksploitasi kerentanan atau data yang disalahgunakan.

The Wall Street Journal melaporkan sebelumnya bahwa Google memilih untuk tidak mengungkapkan masalah keamanan karena kekhawatiran pengawasan regulasi.

Google khawatir pengungkapan akan mengundang perbandingan dengan kebocoran informasi pengguna Facebook Inc ke perusahaan data Cambridge Analytica, Journal melaporkan, menambahkan bahwa Chief Executive Sundar Pichai telah diberitahu tentang masalah ini. Google menolak berkomentar di luar posting blognya.

"Pengguna memiliki hak untuk diberitahu jika informasi mereka dapat dikompromikan," kata Jacob Lehmann, Managing Director di Perusahaan Hukum Friedman CyZen.

"Ini adalah hasil langsung dari pengawasan yang ditangani Facebook terkait dengan skandal Cambridge Analytica." timpalnya.



Rekam Jejak Google Plus


Google+ resmi ditutup selama 10 bulan hingga Agustus 2019. Keputusan ini diambil induk perusahaan Google, Alphabet Inc setelah mengungkapkan rendahnya penggunaan Google+ ditambah dugaan kebocoran data.

Google bahkan mengungkapkan 90 persen pengguna menggunakan Google+ dalam waktu kurang dari lima detik dalam setiap sesi. Akibat bug, terdapat juga dugaan kebocoran data pengguna sebanyak 500 ribu akun.

Namun, pada awal jejak perjalanan Google+, aplikasi ini sempat menjadi 'ancaman' penguasa media sosial Facebook. Berikut rekam jejak Google+ sejak 2011.

2011
Dipimpin oleh Vic Gundotra dan Bradley Horowits, Google+ diumumkan pada Juni 2011. Google+ hadir dengan memperkenalkan beberapa fitur seperti Circles (contact group) , Sparks (news feed), dan Hangout (video chat).

Dalam waktu dua minggu, Goolge+ telah mencapai 10 juta pengguna. Pada Oktober 2011 mencapai 40 juta dan pada akhir tahun mencapai 90 juta pengguna.

2012
Google mulai untuk 'memaksa' pengguna Gmail untuk memiliki akun Google+. Ini merupakan salah satu langkah dari banyak langkah integrasi 'paksaan' dari Google.

Pada bulan November, Hangout ditingkatkan fungsinya dan menjadi ujung tombak Google+ karena banyaknya aktivitas yang menggunakan platform tersebut.

Pada Desember, Google+ menambahkan fitur 'Communities' sebagai cara bagi pengguna untuk membuat sebuah topik berbasis forum.

2013
Rendahnya interaksi dan keterlibatan pengguna dalam Google+, membuatnya tidak lagi diklaim sebagai peruntuh adidaya Facebook.

Pada 2013, Google+ diproyeksikan sebagai lapisan sosial produk Google. Google+ saat ini sudah terintegrasi dengan Gmail dan Google Contact.

Google Talk digabungkan dengan Google + Messenger untuk dimasukkan ke dalam Hangout.

Pada September, Google + menginfiltrasi Youtube. Apabila pengguna ingin berkomentar di Youtube, maka pengguna harus memiliki akun Google +. Google berharap kebijakan ini lebih menghidupkan Google +.

2014
Founding Father Google+, Vic Gundotra meninggalkan Google. Hal ini membuat para pengamat menilai Google+ adalah 'mayat hidup'. Google+ tidak lagi dianggap sebagai sebuah produk tapi sebagai platform.

Pada Juli, salah satu perubahan yang signifikan adalah melepaskan Hangouts. Hangouts dinilai sebagai produk penting nan menarik yang seharusnya tidak terikat dengan Google+.

2015
Setelah Hangout, fitur pembagian foto Google+ disadari Google layak berdiri sendiri sebagai produk standalone. Lahirlah Google Photos sebagai pengganti Google+ Photos. Google+ Photos dimatikan pada Agustus.

Google mengumumkan Google Photos memanfaatkan kecerdasan buatan dan machine learning dari Google+. 

Pemanfaatan ini membuat pengguna bisa mencari foto seseorang, tempat dan lain lain. Terdapat juga pembaruan pada fitur 'auto awesome' Google+. Pada akhir tahun, Google Photos memiliki 100 juta pengguna aktif bulanan.

2016
Pada Januari, Google+ dipisahkan dari produk inti dengan menghilangkan syarat untuk memiliki akun Google+ dalam menggunakan layanan Google Play Games.

Pada Agustus, Google Play Store menghentikan syarat untuk memiliki akun Google+ untuk menuliskan review aplikasi.

2017
Google seolah 'anak tiri' Google+ karena banyaknya spam dalam situs tersebut. Google+ menghilangkan tombol +1 yang bisa menampilkan jumlah share. 

Google berkilah hal ini untuk membuat aplikasi berjalan lebih cepat. Padahal ini dinilai karena jumlah share sudah sedikit sehingga tidak layak untuk digembar-gemborkan lagi.

2018
Pada Oktober, Google+ tersandung masalah dugaan kebocoran data pengguna. Kebocoran akibat bug ini ternyata sudah terjadi sejak 2015 dan baru ditemukan Google pada bulan Maret. Bug ini memungkinkan pengembang pihak ketika untuk mengakses data profil pengguna.

Diperkirakan ada 496,951 akun pengguna yang terekspos soal nama lengkap, email, tanggal lahir, jenis kelamin, foto profil, tempat tinggal, pekerjaan dan status hubungan. Google mengatakan sampai saat ini belum ada bukti bahwa data pengguna disalahgunakan.

Oleh karena itu, Google+ akhirnya dimatikan sementara selama 10 bulan hingga Agustus 2019.



Sembunyikan Dugaan Data Bocor Google+ Sejak Maret


Layanan jejaring sosial milik Alphabet, induk Google yakni Google+ akan ditutup setelah adanya dugaan kebocoran data terhadap 500 ribu akun. Kebocoran data ini diduga berasal dari bug atau glitch.

Google telah mendeteksi bug ini sejak Maret 2018 dan memilih untuk tidak melaporkannya karena takut akan pengawasan dari regulator.

Dilansir dari The Verge, Google takut untuk melaporkan bug ini mengingat masalah kebocoran data yang sedang dialami Facebook. Padahal bug ini mengekspos informasi akun Google+ seperti nama, alamat email, pekerjaaan, jenis kelamin dan usia. 

Data itu tetap terekspos meskpiun pengaturan privasi telah disetel "private" bukan "public".

Namun, Google mengatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan pengembang pihak ketiga menyadari bug atau menyalahgunakannya. Bug, mempengaruhi API (application programming interface) yang diakses oleh ratusan pengembang, tampaknya telah aktif antara 2015 dan 2018.

Google menemukan bug ini sebagai bagian dari Project Strobe yang memiliki misi untuk meninjau akses pengembang ketiga ke akun Google dan Android. Vice President of Engineering Google Ben Smith mencatat setidaknya ada 500 ribu akun yang terekspos.

Smith dalam keterangan resmi memberikan alasan mengapa tidak mengungkap langsung bug pada saat ditemukan.

"Setiap tahun, kami mengirim jutaan pemberitahuan kepada pengguna tentang bug dan masalah privasi dan keamanan. Kapan pun data pengguna mungkin terpengaruh, kami melampaui persyaratan hukum kami dan menerapkan beberapa kriteria yang difokuskan kepada pengguna kami untuk menentukan pemberian pemberitahuan.

"Privacy & Data Protection Office kami meninjau masalah ini, melihat jenis data yang terlibat, apakah kami dapat mengidentifikasi pengguna dengan akurat, apakah ada bukti penyalahgunaan, dan apakah ada tindakan yang dapat diambil oleh pengembang atau pengguna sebagai respon. Tak satu pun dari hal ini yang terpenuhi," tulis Smith dalam blog resmi.

Google+ akan dimatikan selama 10 bulan, artinya baru akan diaktifkan pada Agustus 2019. Smith mengatakan Google + masih direncanakan sebagai produk andalan dari Google. Langkah yang cukup aneh mengingat Google+ memiliki bug bermasalah yang bisa dimanfaatkan untuk mengeksploitasi data pengguna.

Respon Netizen


Kasus kebocoran 500 ribu data pengguna Google+ mendorong induk perusahaan, Alphabet membekukan sementara layanan media sosial mereka. Isu kebocoran data pengguna sempat membuat banyak pihak khawatir terhadap aspek privasi yang dimiliki perusahaan.

Dalam jajak pendapat (polling) yang dilakukan CNNIndonesia.com melalui Twitter, kasus kebocoran data di layanan media sosial ternyata tak lantas membuat pengguna ketakutan.

Sekitar 56 persen netizen yang terlibat dalam polling mengaku kasus kebocoran data yang menimpa Facebook dan Google + tak membuat mereka ketakukan menggunakan layanan media sosial. Sekitar 147 dari 261 netizen mengaku mereka akan tetap menggunakan layanan media sosial seperti tak ada kasus apa pun.

Setelah menyembunyikan dugaan kebocoran data pengguna Google+ sejak Maret lalu, Alphabet Inc. akhirnya memutuskan menutup sementara layanan media sosialnya. Dugaan kebocoran 500 ribu data pengguna membuat Google+ ditutup sementara selama 10 bulan.

Lewat unggahan di blog resminya, Google mengatakan pihaknya telah mendeteksi bug sejak Maret lalu dan memutuskan untuk tidak melaporkan lantaran khawatir ada pengawasan dari regulator.

Meski demikian, Google memastikan layannya akan mati suri hingga Agustus 2019. Pihak perusahaan juga mengatakan tidak ada pengembang yang mengeksploitasi kerentanan atau data yang disalahgunakan.  [red]

Referensi: CNN Indonesia